Sejarah kerajaan Bali merupakan salah satu bagian dari sejarah kehidupan masyarakat bali secara keseluruhan. Bagian pemerintahan kerajaan di Bali juga beberapa kali berganti mengingat pada masa itu, terjadi banyak pertikaian antara kerajaan yang memperebutkan daerah kekuasaan mereka. Kerajaan Bali pertama pada saat itu kemungkinan bernama Kerajaan Bedahulu dan dilanjutkan oleh kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit runtuh, kerajaan Gelgel mengambil alih, dan dilanjutkan oleh kerajaan Klungkung setelahnya. Pada masa Klungkung, terjadi perpecahan yang menyebabkan kerajaan Klungkung terbagi menjadi delapan buah kerajaan kecil yang juga dikenal di Bali sebagai swapraja.
A. Lokasi Kerajaan
Kerajaan Bali terletak di satu pulau kecil yang tidak
jauh dari Jawa Timur. Dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan
erat dengan Pulau Jawa karena letak kedua pulau ini berdekatan. Bahkan ketika
Kerajaan Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang melarikan diri dan
menetap di sana. Sampai sekarang ada kepercayaan bahwa sebagian dari masyarakat
Bali dianggap pewaris tradisi Majapahit.
B. Sumber Sejarah
Sumber-sumber tentang Kerajaan Bali dapat diketahui
melalui beberapa sumber, seperti sumber-sumber berita dari Kerajaan Bali
(misalnya berita dari Jawa) dan juga bangunan-bangunan candi.
1)
Prasasti
Prasasti
Sanur (839 C/917 M) Prasasti Sanur merupakan salah satu prasasti yang ditemukan
oleh para ahli. Prasasti ini menunjukkan adanya kekuasaan raja-raja dari Wangsa
atau Dinasti Warmadewa.
Prasasti
Calcuta, India (1042 M) Dalam prasasti ini disebutkan tentang asal-usul Raja
Airlangga, yaitu dari keturunan raja-raja Bali, Dinasti Warmadewa. Raja
Airlangga terakhir dari pernikahan Raja Udayana (Kerajaan Bali) dengan
Mahendradata (putri Kerajaan Medang Kemulan adik Raja Dharmawangsa).
2)
Berita Cina
Pada
abad ke 11 masehi, di Cina telah tersiar kabar adanya kerajaan Bali yang mereka
sebut sebagai Po-li yang tatacara pemerintahan dan sistem sosialnya mirip
dengan kerajaan Ho-ling, misalnya, penduduk kerajaan ini menulis di atas daun
lontar dan ketika ada orang yang meninggal, mulutnya dimasuki emas kemudian
dibakar. tata cara ini masih berlaku di Bali sebagai ngaben
3)
Bangunan Candi
Kompleks
Candi Gunung Kawi (Tampak Siring) merupakan pendharmaan dari raja-raja Bali
yang dibangun pada saat pemerintahan Raja Anak Wungsu.
C. Kehidupan Politik
Mengingat
kurangnya sumber-sumber atau bukti dari Kerajaan Bali, maka sistem dan bentuk
pemerintahan raja-raja Bali kuno tidak dapat di ketahui dengan jelas. Raja-raja
Bali kuno yang pernah berkuasa di antaranya : Raja Sri Kesari Warmadewa. Raja
Sri Warmadewa adalah raja pertama dan pendiri Dinasti Warmadewa. Pemerintahan
Raja Sri Kesari Warmadewa yang mempunyai istana di Singhadwala berhasil
diketahui dari Prasasti Sanur (835 C/913 M). dalam prasasti itu disebutkan
bahwa Raja Sri Kesari Warmadewa berhasil mengalahkan musuhnya didaerah
pedalaman.
Raja
Ugrasena (915-942 M) memerintahkan Kerajaan Bali menggantikan Raja Sri Kesari
Warmadewa. Pusat pemerintahannya terletak di Singhadwala. Masa pemerintahan
Raja Ugrasena meninggalkan 9 buah prasasti. Prasasti-prasasti itu berisi
tentang pembebasan pajak terhadap daerah-daerah tertentu. Di samping itu, juga
terdapat prasasti yang memberitakan tentang pembangunan tempat-tempat suci. Sistem
dan bentuk pemerintahan pada masa itu sudah teratur, terutama tentang pemberian
tugas kepada pejabat-pejabat istana.
Raja
Tabanenora Warmadewa menjadi raja Bali menggantikan Raja Ugrasena. Ia
memerintah bersama permaisurinya yang bernama Sang Ratu Luhur Subhadrika
Dharadewi. Masa pemerintahan dari Raja Tabanendra Warmadewa tidak diketahui,
sebab kurangnya berita-berita dari prasasti yang menyangkut pemerintahan dari
raja tersebut.
Raja
Jayaningha Warmadewa Pengganti Raja Tabanendra Warmadewa adalah Raja Jayasingha
Warmadewa. Namun, bagaimana bentuk sistem pemerintahan dan keadaan kerajaan
tidak dapat diketahui secara pasti. Raja Jayasadhu Warmadewa masa pemerintahan
raja inipun tidak berhasil di ketahui dengan pasti.
Sri
Maharaja Sri Wijaya Mahadewi Pada tahun 983 M, Kerajaan Bali diperintah oleh
seorang raja putri yang bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Tetapi
asal-usul putri ini tidak pernah di ketahui dengan jelas. Namun ada beberapa
ahli yang menafsirkan bahwa ia adalah putri Raja Mpu Sindok (Dinasti Isyana).
Dharma
Udayana Warmadewa. Setelah masa pemerintahan Sri Maharaja Sri Mahadewi,
Kerajaan Bali diperintah oleh Dharma Udayana Waarmadewa (989-1022 M) dan
permaisurinya yang bernama Mahendradata (Gunapria Dharmapatni), masih keturunan
Mpu Sindok. Pada masa pemerintahannya, hubungan Kerajaan Bali dengan
kerajaan-kerajaan di Jawa Timur berjalan baik. Pada masa inilah penulisan
prasasti-prasasti dengan menggunakan huruf dan bahasa Jawa kuno dimulai.
Raja
Marakata. Dengan meninggalnya Raja Udayana, maka kerajaan Bali diperintahkan
oleh putranya yang kedua, yaitu Raja Marakata. Namun ia memerintahkan tidak
terlalu lama dan tahun 1025 M meninggal dunia. Sistem dan bentuk
pemerintahannya tidak dapat diketahui dengan jelas.
Raja
Anak Wungsu. Melalui berita-berita dari prasasti-prasasti dapat diketahui bahwa
Raja Anak Wungsu (1049-1077 M) adalah Raja Bali yang berhasil mempersatukan
seluruh wilayah Bali. Pada sama pemerintahannya, kehidupan rakyat aman dan
sejahtera. Rakyat hidup dari bercocok tanam dan beternak. Di samping itu sudah
terdapat kelompok-kelompok pekerja di dalam
masyarakat sebagai berikut.
· Pandai
besi, emas, dan tembaga. Mereka ini memiliki keahlian dalam membuat alat-alat
rumah tangga, senjata, perhiasan dan lain sebagainya.
· Tukang
kayu, batu, bangunan rumah, dan lain sebagainya.
· Golongan
pedagang dan saudagar. Golongan saudagar laki-laki disebut wiragrama dan
saudagar perempuan disebut wiragrami. Raja juga memberikan perhatian cukup
besar pada masalah-masalah keagamaan dengan menjamin kesejahteraan para petapa.
Jayasakti
memerintahkan dari tahun 1133-1150 M dan sezaman dengan pemerintahan Jayabaya
di Kediri. Dalam menjalankan pemerintahannya, Jayasakti dibantu oleh penasehat
pusatyang terdiri atas para senapati dan pimpinan keagamaan baik dari Hindu maupun
Budha. Kitab undang-undang yang digunakan adalah kitab Utara Widdhi Balawan dan
Kitab Rajawacana.
Ragajaya
mulai memerintah tahun 1155 M. kapan berakhir masa pemerintahannya belum dapat
diketahui karena tidak ada sumber tertulis yang menjelaskannya.
Raja
Jayapangus dianggap penyelamat rakyat yang terkena malapetaka akibat lalai
menjalankan ibadah. Jayapangus menerima wahyu dari dewa untuk mengajak rakyat
kembali melakukan upacara agama yang sampai sekarang dan di peringati sebagai
upacara Gulungan. Kitab undang-undang yang digunakan adalah kitab Mana
Wakamandaka. Raja Jayapangus memerintah pada tahun 1172-1176.
Ekajalancana
memerintah sekitar tahun 1200-1204 Masehi. Dalam memerintah, Ekajalacana
dibantu ibunya yang bernama Sri Maharaja Aryadegjaya.
Sri
Astasura Ratna Bumi Banten adalah raja Bali yang terakhir. Bali ditakhlukkan
oleh Gajah Mada dan menjadi wilayah taklukan Kerajaan Majapahit.
D. Kehidupan Sosial
Struktur masyarakat yang berkembang pada masa Kerajaan
bali Kuno didasarkan pada hal sebagai berikut :
1)
Sistem Kasta
(Caturwarna)
Sesuai
dengan kebudayaan Hindu di India, pada awal perkembangan Hindi di Bali sistem
kemasyarakatannya juga dibedakan dalam beberapa kasta. Namun, untuk masyarakat
yang berada di luar kasta disebut budak atau njaba.
2)
Sistem Hak Waris
Pewarisan
harta benda dalam suatu keluarga dibedakan atas anak laki-laki dan anak
perempuan. Anak laki-laki memiliki hak waris lebih besar dibandingkan anak
perempuan.
3)
Sistem Kesenian
Kesenian
yang berkembang pada masyarakat Bali kuno dibedakan atas sistem kesenian
keraton dan sistem kesenian rakyat.
4)
Agama dan Kepercayaan
Masyarakat
Bali Kuno meskipun sangat terbuka dalam menerima pengaruh dari luar, mereka
tetap mempertahankan tradisi kepercayaan nenek moyangnya. Dengan demikian, di
Bali dikenal ada penganut agam Hindu, Budha dan kepercayaan animisme.
Masyarakat
Bali Kuno juga hidup dalam keteraturan dan taat menjalankan hukum. Hal itu juga
disebabkan oleh keteladanan para pemimpin negara yang taat hukum. Bahkan, pada
masa pemerintahan Raja Sri Jayaksati yang sezaman dengan masa pemerintahjan
raja Jayabaya dari Kediri, raja sangat patuh pada hukum yang berlaku, raja
melaksanakan pemerintahan berdasarkan kitab Undang-Undang Utara Waddhi Balawan
dan Rajawacana.
Ada
hal yang menarik dalam sistem keluarga Bali yang berkaitan dengan pemberian
nama anak, misalnya Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut. Untuk anak pertama golongan
brahmana dan kesatria disebut Putu. Diperkirakan pemberian nama seperti itu
dimulai pada zaman Raja Anak Wungsu dan ada kaitannya dengan upaya pengendalian
jumlah penduduk.
Kehidupan
sosial dalam masyarakat Bali, yaitu masyarakat terbagi dalam kasta-kasta yang
disebut caturwarna. Ketika kerajaan Majapahit berhasil menguasai Bali,
terbentuklah golongan masyarakat baru yang disebut Wong Majapahit. Wong
Majapahit adalah orang-orang keturunan penguasa dan penduduk Kerajaan
Majapahit.
E. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Bali dititikberatkan pada
sektor pertanian. Hal itu didasarkan pada beberapa prasasti Bali yang memuat hal-hal
yang berkaitan dengan kehidupan bercocok tanam. Beberapa istilah itu, antara
lain sawah, parlak (sawah kering), kebwan (kebun), gaga (ladang), dan kasuwakan
(irigasi). Diluar kegiatan pertanian pada masyarakat Bali juga ditemukan
kehidupan sebagai berikut
1)
Pande
(Pandai = Perajin), Mereka mempunyai kepandaian membuat kerajinan perhiasan
dari bahan emas dan perak, membuat peralatan rumah tangga, alat-alat pertanian
dan senjata.
2)
Undagi,
Mereka mempunyai kepandaian memahat, melukis, dan membuat bangunan.
3)
Pedagang,
Pedagang pada masa Bali Kuno dibedakan atas padagang laki-laki (wanigrama) dan
pedagang perempuan (wanigrami). Mereka sudah melakukan perdagangan antar pulau
(Prasasti Banwa Bharu).
F. Kehidupan Sosial
Masuknya
pengaruh kebudayaan Hindu sangat besar sekali pada masyarakat Bali. Bahkan,
sampai sekarang dapat dikatakan bahwa mayoritas penduduk Bali adalah penganut
agama Hindu. Agama Budha juga berkembang di Bali meskipun tidak sepesat
perkembangan agama Hindu. Bahkan, pada masa pemerintahan Raja Udayana, agama
Budha juga mendapat tempat sejajar dalam kehidupan kerajaan. Hal itu tentu saja
menunjukkan betapa toleransinya rakyat Bali pada agama yang lain.
Seperti
telah disebutkan di depan bahwa kesenian Bali juga mengalami perkembangan
pesat, meskipun dibedakan atas kesenian rakyat dan kesenian keraton. Hal ini
bukan berarti rakyat tidak bisa menikmati bentuk kesenian keraton. Prasasti
julah (987 Saka/1065 Masehi) memberi keterangan adanya kesenian untuk raja
(ihaji) dan kesenian yang melakukan pertunjukkan berkeliling (ambaran).
Seni
sastra tradisional juga berkembang dan digemari rakyat Bali. Karya sastra Bali
pada awalnya merupakan teks sastra kuno yang dikarang di Jawa berdasarkan
cerita Ramayana dan Mahabarata. Syair dan tulisan prosa tentang berbagai hal
yang berhubungan dengan agama dan sejarah lokal yang di buat di Jawa pada abad
ke-10 sampai dengan ke-16 dialihkan ke Bali. Mulai abad ke-16, orang bali mulai
menciptakan sastra mereka sendiri berdasarkan cerita klasik Jawa Kuno.
Penggunaan bahasa Bali sebagai sastra baru digunakan pada akhir abad ke-18
untuk cerita rakyat, terjemahan karya klasik, dan syair yang dibuat di Bali. Kehidupan
kebudayaan lain yang juga sampai pada kita sekarang adalah peninggalan berupa
candi, prasasti, dan pura.
G.Masa Kejayaan
Masa
kejayaan Kerajaan Bali terjadi pada saat Dharmodayana naik tahta. Pada masa
Dharmodaya, kerajaan ini mengalami kejayaan dengan sistem pemerintahan yang
semakin jelas daripada sebelumnya.
Pada
masa Dharmodayana ini, pihak kerajaan memperkuat hubungan tersebut dengan
mengawinkan Dharma Udayana dengan Mahendradata, putri raja Makutawangsawardhana
dari Jawa Timur. Hal ini akhirnya semakin memperkokoh kedudukan kerajaan di
antara Pulau Jawa dan Bali.
H. Masa
Keruntuhan
Kerajaan
Bali mengalami kejatuhan akibat siasat dari Mahapatih Gajah Mada yang pada
waktu itu sedang memperluas ekspansinya ke nusantara, awalnya ia mengajak raja
Bali untuk berunding mengenai penyerahan kerajaan Bali ke tangan Kerajaan
Majapahit, karena itulah patih Kebo Iwa dikirim ke Majapahit untuk perundingan
damai, akan tetapi sesampainya di sana, Kebo Iwa pun dibunuh tanpa
sepengetahuan kerajaan Bali, kemudian Majapahit mengirim Gajah Mada yang
berpura-pura mengajak berunding, akan tetapi kemudian ia membunuh raja Gajah
Waktra sehingga kerajaan Bali berada di dalam Kerajaan Majapahit.
I. Struktur
Kerajaan
Dalam
struktur kerajaan lama, Raja – raja Bali dibantu oleh badan penasehat yang
disebut “Pakirakiran I Jro Makabehan” yang terdiri dari beberapa Senapati dan
Pendeta Syiwa yang bergelar “Dang Acaryya” dan Pendeta Buddha yang bergelar
“Dhang Upadhyaya”. Raja didampingi oleh badan kerajaan yang disebut “Pasamuan
Agung” yang tugasnya memberikan nasihat dan pertimbangan kepada raja mengenai
jalannya pemerintahan. Raja juga dibantu oleh Patih, Prebekel, dan Punggawa –
punggawa.
Diambil dari berbagai sumber